Senin, 20 Agustus 2007

(Puisi): TERMINAL KESEKIAN


Oleh: Nurani Soyomukti

kemana larinya bus-bus itu…
seorang gadis manis di dalamnya yang berkeringat bahkan tidak bisa menjawab.

kemarin seorang wanita tua mencari anaknya yang diculik orang dari kota lain
tapi masih belum akan terungkap rahasia tentang siapa yang pertama kali memaksa orang-orang harus banyak mengeluarkan keringat
darah
dan air mata
hanya seorang sopir tua yang paling dapat mengenali air mata es apukat
ditatapnya pula banyak kendaraan beroda empat yang berkeringat.
waktu itu tahun 1998,
awal Mei yang membuat orang dengan bebasnya membuat kesimpulan
tentang suara keroncongan dalam perutnya pada pukul 11 siang.

kini memang terpaksa seorang pengembara mampir kembali.
untuk mendengarkan kata-kata yang wajar untuk memperebutkan penumpang
Senin, bulan Maret 2005, mentari panas masih memantul di kening mereka,
keringat mengalir seperti solar yang harganya telah naik
"Segera akan terungkap siapa pelaku sejarah sebenarnya" bisik salah seseorang di sebuah warung yang ingin menikmati nasi pecel ibu tua
yang harganya masih murah—dan itu adalah satu-satunya kesempatan hidup yang tersisa.
seperti terbayang dan terdengar kembali bisikan Lenin
yang seakan baru pergi naik angkutan yang keluar dari terminal itu lima menit sebelumnya.

dan memang terpaksa seorang pengembara harus pergi dari sebuah warung kopi
tiba-tiba ia kembali diperebutkan,
diseret oleh tiga orang kenek
bagai para elit yang masih berebut jabatan.

"Andai aku bisa membelah diri, aku akan membagi tubuhku menjadi tiga
dan akan kubiarkan saja mereka pergi ke mana saja…", bisiknya.
dan mesin-mesin menderu lebih keras
menegaskan bahwa juga terjadi kenaikan bagi tarif angkutan
disesuaikan juga dengan harga beras.
—sebab, mulai siang itu, keringat semakin mengalir deras.

(Trenggalek, Januari 2006)

Tidak ada komentar: