Senin, 20 Agustus 2007

(Puisi): HIKAYAT PERSETUBUHAN


Oleh: Nurani Soyomukti

ada yang melekat di matamu pada kegilaan waktu: kesatuan malam dan siang yang menyengkeram partikel udara pada setiap musim
dilemparkannya setiap cerita yang diulang-ulang
oleh mulut mesra percintaan.
selalu dirunutnya kata pada anggota tubuh yang lain,
tubuh yang tersiksa telah berkata pada dewa waktu yang mengawasinya:
aku tak habis mengejar seribu dunia, tak kan habis menelan seribu mata hari.
berdiri setiap jiwa yang berputar memenuhi peran, kehendak bekerja saat tuhan sedang membuat patung pada jam-jam yang tak berjarum. kalau semua harapan manusia harus pergi memenuhi panggilan duka, aku akan tetap berada di sini menerima tugas dari jiwa-jiwa yang lain.
dan yang kelak disebut sebagai nafas perempuan dan lelaki yang kini bercinta adalah tiupan nasib menjadi tangis bayinya minum pertama kali dalam hidupnya. lalu peran ini akan menjadi dongeng yang diulang-ulang.

ada yang bisa mempercepat waktu dalam peredaran darahnya, tapi dua manusia yang memanjat malam tidak dapat melihat bagaimana semua yang terjadi terukir dalam impian. O, lingkaran misteri menyanyikan lagu, dinding-dinding hati sedang memilih ruang untuk menyimpan setiap siksa yang singgah dan pergi begitu saja. sekali lagi, dongeng itu begitu seringnya di ulang-ulang.

aku yang terus saja dipahat tuhan, ikut meringkuk dalam manisnya rasa tubuh tanpa celana dan baju. tak ada kebudayaan yang memilih gemerincing nafas dan harum keringat dari ujung rambut hingga ujung kaki. lelaki dan perempuan yang saling merindukan, jiwanya selalu terbakar, pori-pori kulitnya juga siap menerima udara kehidupan dan kematian.
tangan dan kaki memanjang, angan-angan melayang menjangkau langit mencari kau dalam setiap sudut kayangan.

seperti gerimis yang turun dari awan. getaran jiwa membuat jaring-jaring yang kan merengkuh seluruh penghuni bumi. Hidup adalah mengejar matahari. Hidup adalah jiwa yang terbakar.
atas segalanya itu, kenikmatan apa yang telah menyiksa manusia dalam hidup yang beranak nafsu ini?

sudah sekian lamanya kesatuan antara langit dan bumi melahirkan jarak antara suka dan duka.
Tetapi, di kahyangan,
susu seorang dewi yang sedang menunggu dewanya di atas ranjang belum mampu meneteskan air hujan bagi musim kemarau yang sudah terlampau panjang.
kesangsian selalu tercipta di ranting-ranting pohon randu. burung-burung awal musim sama sekali belum mengenal duka yang ditiupkan angin yang membelainya.
tapi semua anak-anak kini telah dapat tertawa. mereka telah menyusu pada kedukaan yang menjadui kebiasaan waktu.

(Sempu-Margomulyo, Oktober 2005).

Tidak ada komentar: