Sabtu, 25 Agustus 2007

(Puisi): KUBIARKAN SAJA IA BERKACA

Oleh: Nurani Soyomukti


(1)
Kubiarkan saja ia berkaca, yang kadang tersenyum dan
mencibir pada wajahnya dengan dipaksa hatinya sendiri
Telah ia curi ideologi dari orang buta dan tuli
Dan ia merasa mengantongi dosa dirinya sendiri.

Dan kubiarkan ia berkaca, memandangi wajah yang
seakan dicuri dan sulit kembali
Permohonan kosong malam itu menggilas sepi.

Sungguh,
Bintang membutuhkan teman kencan, batinku.

Lalu esoknya kusuruh ia bermake-up dalam damai angin pagi
Di mana pada menyendiri kesepian seakan memanggil sepoi.
“Tersaruk dalam bayang, genggamlah api ke awan.
Duduklah menunggu di sini. Lantas bangkit berjalan dan cium tangan Ibunda yang
Berbaring di beranda belakang. Sebab lewat kehilanganmu, beliaulah temuan itu!”

(2)
Alam telah miskin kata kata, tak lagi mendendangkan lagu kehidupan, pohon pohonnya tumbang, menerpa nasib terhimpit malang. Kesedihan segera teguk air sucinya, dari puting beliung
Sunyi malam susu perawan. Bulan bugil
Bulat terang dan merangsang,
yang pernah menatap dengan berani diriku dalam sajak sajakku. Kesegaran aksara aksara abadi setelah kau bawa pergi buku harianku
Yang menyimpan kata kata yang pasti akan membuat kita enggan bercumbu esok malam.
Karena kau akan tahu siapa diriku sebenarnya.
Penyesalan pasti akan melingkar dalam bilik hatimu, mengumpat diri
karena telah bertemu dengan
Orang palsu.
*Jakarta, 2007

Tidak ada komentar: