Selasa, 21 Agustus 2007

(Gagasan): MASA DEPAN HUMANISME KITA!

Oleh: Nurani Soyomukti

Dewasa ini umat manusia tengah dilanda apatisme kemanusiaan yang berlebihan. Bagaimana tidak, perjalanan sejarah yang merangkak terus justru semakin tidak memajukan kehidupan manusia, malah dalam banyak hal dan dalam kualitas tertentu mundur jauh. Tenaga produktif yang dihasilkan manusia dapat dikatakan telah maju, tetapi itupun belum mampu mengatasi persoalan yang ada. Bencana alam, perang, kemisikinan demoralisasi kemanusiaan kian merajalela. Salah satu yang paling menyakitkan di dunia ini adalah adanya ketimpangan dan eksploitasi antara sesama manusaia dan eksploitasi terhadap alam yang kian merusak serta mengancam keberlangsungan alam.

Manusia juga bagian dari alam tetapi keberadaannya yang seharusnya mampu mengatasi dan mengisi alam justru tidak dapat berbuat apa-apa. Kekalahan dan ketidakmampuan manusia dalam mengatasi bencana tersebut, tentu saja, menunjukkan bahwa, peradaban kita juga masih belum maju dan beradab. Krisis alam dan krisis kemanusiaan tersebut selalu melahirkan sentimentalitas kemanuasiaan mereka yang kemudian disebut sebagai pemikir dan intelektual. Meskipun demikian, hingga saat belum ada ancangan pikiran dan tindakan yang jelas terhadap keberlangsungan kehidupan yang berjalan akut ini. Ketakutan mengenai terancamnya eksistensi dan keberlanjutan bumi dalam masyarakat pada dasarnya belum disadari oleh manusia.

Otomatis, isu-isu lingkungan hidup tidak pernah mendapat perhatian serius. Bukti bahwa masalah ekologi telah menjadi perhatian dan keprihatinan global adalah terselenggaranya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit) pada 3-14 Juni 1992 di Rio De Jeneiro. Fenomena-fenomena ancaman terhadap lingkungan yang bisa dicatat di sini, antara lain: melebarnya lubang ozon (O3) pada lapisan atmosfer. Pada bulan Maret 1988 datang berita dari NASA bahwa lapisan ozon atmosfer yang melindungi hidup bumi dari sinar ultraviolet yang membahayakan telah mulai menipis di seluruh dunia; pencemaran di berbagai ekosistem (darat, laut, udara) yang diakibatkan oleh industrialisasi yang terjadi di semua negara; peningkatan suhu bumi (global warming) yang bisa mencairkan es di daerah kutub yang bisa menyebabkan air laut akan naik dan daratan akan semakin berkurang; penyakit-penyakit baru bermunculan dengan masalah yang sulit disembuhkan; penyusutan SDA (hutan, minyak bumi, bahan-bahan tambang, dan gas alam); kepunahan jenis-jenis spesies; tersingkirnya masyarakat asli dari lingkungan hidupnya; dan masalah-masalah kehidupan yang lain.

Pemikiran dan deologi sebenarnya sangat penting sebagai landasan yang menggerakkan manusia untuk memperlakukan lingkungannya. Sebenarnya banyak pandangan yang menempatkan alam sebagai kenyataan dunia yang harus dilestarikan. Dalam ajaran kejawen, misalnya, ada ajaran yang mengungkapkan "memayu hayuning buwana", yaitu sikap keharusan memelihara "kecantikan" alam semesta. Ajaran Islam juga demikian, manusia harus memperlakukan alam sebagaimana ciptaan Tuhan yang harus dilestarikan. Akan tetapi ajaran-ajaran seperti itu telah "luntur" karena terjadinya "shock" modernisasi kapitalisme yang dialami masyarakat Jawa dan Islam.

Sistem pemikiran Marxisme sebagai penolakan terhadap kapitalisme punya yang bersahabat terhadap alam. Filsafat Marxis merupakan "suatu filsafat yang sepenuhnya ekologis: manusia diletakkan dalam rahim alam secara utuh, adalah bagian dari alam, sarana yang diciptakan oleh alam demi perkembangan lebih lanjut alam sendiri, demi pemanusiaan terakhir alam... Bagi Marxis, tak ada satupun dalam diri manusia yang menyeruak mengatasi alam, karena tak ada apapun yang bukan alam." Teori Karl Marx muncul karena adanya kenyataan masyarakat kapitalis. Marx mengajukan pemikirannya karena kapialisme telah menjadikan manusia mesin yang digunakan oleh pemilik modal untuk mengakumulasi keuntungan.

Kapitalisme telah memunculkan manusia dan masyarakat teknologis yang implikasinya adalah eksploitasi terhadap sesama manusia dan alam: teknologi diciptakan untuk 'digunakan', dijadikan alat. Optimisme Karya yang menarik adari optimisme kemanusaiaan sebenarnya telah digoreskan oleh para filsuf-filsuf besar di jagat ini. Engels, dalam karya besarnya "The Dialectics of Nature" merupakan wakil dari pemikiran radikal tentang keindahan masa depan alam dan kehidupan kita. Bagi Engels, sebab-sebab munculnya kontradiksi dalam kehidupan ini bersiaft material dan karenanya jawabannya harus mengena pada kontradiksi yang bersifat material tersebut.

Penindasan utama berada pada aras ekonomi. Unsur membabi-buta telah memancangkan dirinya paling kukuh dalam hubungan-hubungan ekonomi, tapi manusia juga sedang mengusir unsur itu keluar dari sana, melalui pengorganisasian keadilan dan kesetaraan di bidang ekonomi. Hal ini memungkinkan untuk merekontruksi secara mendasar kehidupan berkeluarga.

Akhirnya, 'sifat buruk manusia' itu sendiri akan dibuang ke wilayah kesadaran yang paling dalam dan gelap, di paling dasar, di bawah tanah. Apakah bukan sesuatu yang self-evident bahwa upaya-upaya terbesar dalam pemikiran investigatif dan inisiatif kreatif akan menuju ke arah humanitas dan peradaban? Bagi Engels, jika syarat-syarat keadilan mataerial tercukupi, umat manusia tidak akan lagi diharuskan untuk merangkak di depan penaguasa lalim, raja, atau kapital, untuk sekedar menyerah dengan pasrah di hadapan hukum-hukum gelap hereditas dan seleksi seksual yang membabi-buta.

Manusia yang terberdayakan akan butuh untuk mendapatkan satu kesetimbangan yang lebih tinggi dalam kerja-kerja organ tubuhnya dan satu perkembangan dan keausan yang lebih seimbang atas urat tubuhnya, supaya dapat mereduksi ketakutan akan kematian menjadi sekedar reaksi alami dari satu organisme terhadap satu bahaya. Tidak ada keraguan bahwa ketidakharmonisan yang ekstrim dari fisiologi dan anatomi manusia, yaitu ketidakseimbangan yang ekstrim antara pertumbuhan dan keausan urat tubuh, memberi satu naluri dalam bentuk ketakutan yang menekan, gelap dan histeris, yang memenjarakan akal dan yang merupakan bahan bakar bagi khayalan-khayalan memalukan dan bodoh mengenai kehidupan setelah kematian.

Masa depan peradaban yang indah tersebut memang tidak akan datang dengan sendirinya terwujud. Manusia sebagai makhluk yang paling memiliki kapasitas untuk memberikan tenaga produktifnya bagi perubahan ke depan. Pemikiran yang maju (progresif), tindakan yang strategis, dan tekad akan menentukan sekali bagi masa depan kemanusiaan kita!***

Tidak ada komentar: